“Banyak wirausaha sukses yang tersita oleh bisnis yang sedang dilakukan sehingga beberapa prioritas keuangan pribadi mereka terabaikan,” ujar Eric Johnson, senior client strategist di Signature, firma manajemen kekayaan yang berbasis di Norfolk, Virginia, Amerika Serikat.
Menurut beliau, ada enam kesalahan pengelolaan keuangan yang biasa dilakukan wirausaha muda. Anda perlu tahu agar dapat menemukan strategi untuk menghindarinya.
1. “Over”-investasi
Enggak asyik, dong, kalau bisnisnya di bidang lifestyle, tetapi menyewa kantor atau ruang usahanya di ruko? Boleh saja Kamu berpikir begitu. Agar terkesan profesional, memang banyak wirausaha muda yang rela mengorek tabungannya, misalnya untuk menyewa kantor di tempat yang hip atau membeli peralatan atau perabotan mewah. Namun, menghabiskan terlalu banyak untuk pengeluaran yang tidak penting-penting amat bisa mengikis keuangan pribadimu dengan cepat, lho.
Alexa von Tobel, pendiri dan CEO LearnVest.com, mengatakan, tabungan atau modal bisa habis sebelum Kamu sempat memproduksi barang atau jasa untuk dijual. “Gunakan setiap uang yang Kamu miliki untuk menciptakan produk yang baik, dan tunjukkan kepada pengguna. Kalau produk Kamu tidak bagus, tidak ada harapan untuk maju,” katanya.
[info] Info - Merek adalah investasi. Sudah saatnya anda memperhatikan merek produk atau logo perusahaan Anda. Lindungi desain hak cipta merek Anda, hubungi segera www.Aridh.com[/info]
2. Tidak menggaji diri sendiri
Pemilik bisnis muda cenderung menanamkan semua sumber daya ke dalam bisnis tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Sulit jika bisnis harus membiayai kehidupan pribadimu. Seperti karyawan yang lain, berikan gaji secukupnya untukmu sendiri untuk memastikan keuangan pribadi Kamu tetap sehat dan terpisah dari bisnis. Namun, jangan mentang-mentang Kamu pemilik bisnis ini lantas memberi gaji tinggi untukmu. Kamu harus menyediakan cukup banyak dana untuk bisnismu supaya tetap dapat beroperasi dalam masa-masa sulit.
3. Tidak mempertimbangkan kemungkinan terburuk
Kalangan muda sering berpikir bahwa mereka sangat berpotensi dan tak mungkin gagal. Akan tetapi, siapa pun bisa gagal, dan Kamu perlu membuat rencana setelah memprediksi kemungkinan terburuk. Buat sebuah rencana pengganti dan beberapa bentuk asuransi untuk mendukung bisnis ketika Kamu tak mampu menjalankannya. Jika Kamu mempunyai rekanan dan bisnis Kamu tidak mudah dijual, Eric Johnson menyarankan untuk membuat suatu perjanjian jual-beli. Perjanjian ini mengatur apa yang terjadi jika salah satu pemilik bisnis meninggal, dan biasanya mencakup komponen asuransi yang menyediakan dana apabila sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada pemilik bisnis.
4. Mencampur aset bisnis dan pribadi
Entah itu menjamin pinjaman secara pribadi atau meminta orangtuamu membeli rumah kedua, meningkatkan aset pribadi untuk tujuan bisnis tidak akan baik bagi kondisi keuangan pribadi. Mengapa demikian? Bayangkan, ketika bisnismu menurun, para kreditor bisa saja mengejar aset pribadi Kamu.
“Anda seharusnya hanya menggunakan jaminan dari bisnis. Jadi, ketika bisnis Anda merosot, Anda tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pinjaman tersebut,” kata Lynn Mayabb, senior managing advisor BKD Wealth Advisors di Kansas City.
5. Menggunakan kartu kredit pribadi untuk tujuan bisnis
Akan sangat berisiko jika Kamu bergantung pada kartu kredit pribadi untuk membiayai usaha ketika bank tidak bersedia memberikan dana untukmu. Kamu bisa saja tergoda untuk men-charge hal-hal yang tidak seharusnya pada kartu kredit pribadi. Mencampur tagihan bisnis dan pribadi bisa menimbulkan kekacauan organisasi. Jika bisnismu diaudit, Kamu tentu harus menyediakan catatan pengeluaran bisnis paling tidak tiga tahun ke belakang. Mampukah Kamu menyediakannya? Sudah pasti tidak. Jadi, sebaiknya Kamu membuat kartu kredit khusus untuk urusan bisnis, dan hanya digunakan untuk pengeluaran bisnis yang penting. http://agusridwansopari.com
6. “Merampok” kas perusahaan
Ketika berhasil melakukan penjualan yang hebat dalam dua atau tiga bulan, pengusaha muda biasanya akan menjadi kelewat percaya diri, begitu menurut Mayabb. Pengusaha yang belum berpengalaman kemudian akan mulai menghabiskan arus kas perusahaan tanpa pandang bulu. Ambil contoh, ketika membutuhkan mobil operasional, mereka akan membeli mobil-mobil terbaik (dalam arti dengan merek terbaik dan harga yang lebih mahal), lalu menyadari bahwa pada beberapa bulan berikutnya ternyata tidak terjadi penjualan yang berarti.
Sumber: Entrepreneur.com, Kompas.com